Hari ini, sahabatku nomor 4 menikah..
Kami lima sekawan, dan kini tinggallah diriku yg masih solo.
Kebahagiaan terpancar jelas dari sahabatku,
Aku iri?? Tidak lagi.
Bahagia?? Iya.
Sahabatku sudah menemukan pemilik rusuknya, setengah agamanya.
Selamat ya say, doaku menyertaimu.
Awalnya,
Aku memang sangat ingin menikah.
Siapa sih yg nggak ingin??
Menyempurnakan agama,
Ibadah tiada batas,
Maafkan kata-kataku di baris selanjutnya.
Bisa having sex secara sah dan, legal.
And a lot.
Jangan berfikir negatif dulu,
Aku normal, memiliki nafsu dan hormon yg harus dipuasi.
Dan tadi saat aku ngobrol dengan dua sahabatku yg lain.
Ternyata menikah tidak segampang itu.
Menikah bukan hanya pemenuhan kebutuhan seksual secara legal.
Bukan hanya jalan sah untuk mempertahankan garis keturunan.
Menikah itu menyatukan dua kepala dengan pemikiran berbeda.
Dua sikap yg bersebrangan.
Dua keluarga dengan beda latar belakang.
Dua insan dengan beda kepentingan.
Dan menikah itu tidak hanya tentang cinta dan kebahagian.
Menikah juga tentang kepercayaan.
Tentang takes and gives.
Tentang saling support.
Tentang teamwork.
Juga tentang fears.
Aku mendengar betapa menikah menimbulkan rasa takut dan kekhawatiran yg baru.
Takut pengkhianatan.
Takut tak punya anak.
Takut stabilitas keuangan.
Takut ini itu dan segala macam.
Aku yg masih solo diantara mereka sahabat-sahabatku hanya mendengarkan dengan rasa ngeri.
Betapa menikah tidak semudah mengucapkan kata i love you.
Betapa akad dan nikah yg diucapkan berisi janji yg berat untuk di pikul.
Terus, apakah sekarang masih ingin menikah?
Yakin nikah?
Jawabannya iya.
Jika sudah sampai pada saatnya.
0 comments:
Post a Comment